Rabu, 29 Juli 2009

Susahnya Sebulan Mencari Kerja

Oleh Sukron Abdilah - 31 Januari 2009 - Dibaca 429 Kali -

MENCARI pekerjaan yang cocok dengan kata hati memang sulitnya minta ampun. Itulah yang dirasakan Nur Muhammad Redi (25), teman kuliah di universitas saya dulu. Beberapa hari ini, Nur Muhammad Redi sering menginap di kontrakan saya. Pemuda yang akrab dipanggil “Regez” ini terpaksa tinggal di kontrakan saya karena sewa kontrakannya sudah tidak diperpanjang lagi. Dengan alasan ingin mandiri dan tidak mau bergantung kepada orang tua, sejak awal Januari 2009, dia berusaha mencari kerja.

Ketika ditanya sudah berapa surat lamaran kerja yang dikirimkan, ia menjawab: “Ya.., sekitar 25 surat lamaran sudah dibuat dan dikirimkan ke perusahaan-perusahaan”.

Kemudian saya juga bertanya, “sudah berapa banyak uang yang keluar untuk melamar kerja?”. Dia menjawab, “Ya.., kira-kira Rp. 500. 000 lebih sudah saya keluarkan untuk mencari pekerjaan”.

Ah, klasik betul permasalahan ketenagakerjaan di Jawa Barat, umumnya di Indonesia. Dengan jutaan penganggur yang sedang mencari pekerjaan ini, meskipun ada program pengentasan penganggur dari pemerintah sampai saat ini masih ada yang sulit mencari pekerjaan. Apalagi, Gubernur Jabar saat sedang berkampanye menjanjikan untuk membuka lowongan pekerjaan satu juta. Ketika melihat realitas di lapangan, program itu sampai sekarang belum dirasakan warganya. Termasuk saya dan Nur Muhammad Redi, yang 6 hari seringkali mencurahkan kegelisahannya kepada saya.

Dalam bahasa lain, kendati menurut pemberitaan media jumlah pengangguran di Jawa Barat turun sekitar 280.000 jiwa, ada sekitar jutaan orang yang menganggur. Bedasarkan survei Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (BPS Jabar) antara bulan Februari 2007 hingga bulan Februari 2008, jumlah pengangguran di Provinsi Jawa Barat turun sebanyak 280.000 jiwa. BPS Jabar mencatat jumlah pengangguran pada tahun 2007 sebanyak 2,54 juta orang, sedangkan jumlah pengangguran tahun 2008 sebanyak 2,26 juta orang (www.kompas.com). Ini berarti ada sekitar 2 juta lebih warga Jabar yang menganggur.

Seperti teman saya itu. Dia tidak memiliki pekerjaan. Parahnya, ketika melamar pekerjaan ia harus mengeluarkan uang yang tak sedikit untuk kantong mahasiswa. Rp. 500. 000 lebih. Secara pribadi, bagi saya meskipun tidak menjadi pekerja formal, kebutuhan hidup bisa dipenuhi. Tapi, bagi Nur Muhammad Redi, ia harus berjuang sekuat tenaga dan usaha untuk memperoleh pekerjaan di tahun 2009 ini. Itu dimaksudkan agar kebutuhan sehari-harinya terpenuhi. Kalau saja di tahun 2009 ini Nur Muhammad Redi tidak bisa mencapai targetnya, sudah pasti ia akan menjadi warga apatis terhadap pemerintah.

Saya kira, kegelisahnya adalah kegelisahan saya juga. Bahkan, harus menjadi kegelisahan anda. Ketika mencoba menempatkan diri menjadi si “Regez” apa yang akan kita lakukan? Itu bukan terletak pada tidak adanya kemampuan Redi menjadi seorang pekerja di suatu perusahaan. Tapi, terletak pada ketidakseriusan pemerintah dan universitas bekerjasama untuk menjadi penyalur tenaga kerja.

Ketika Nur Muhammad Redi saya tanya kuliah di jurusan apa, ia menjawab: “Aqidah Filsafat”. Wah, pantas saja susah mendapatkan pekerjaan. Kenapa? Sebab, perusahaan yang dia lamar adalah perusahaan yang bergelut di segala bidang yang memerlukan kerja fisik. Bukan hanya itu, dia juga rela membeli koran pada hari Sabtu, hanya untuk menandai perusahaan-perusahaan dari seluruh bidang untuk dimasukkan lamaran. Padahal kalau melamar ke LSM, Organisasi kemasyarakata, atau partai politik; pasti dia sudah mendapat pekerjaan. Masalahnya, kerja di bidang nongoverment dan nonprofit itu duitnya kadang besar, kadang kecil. Bahkan kadang-kadang juga tidak mendapatkan gaji.

Seperti saya, kadang satu bulan mencapai 2 juta. Kadang 500 ribu. Bahkan kadang-kadang juga harus menunggu pencairan uang royalti dari penerbit buku. Saya hanya bisa mengingatkan Nur Muhammad Redi, bahwa seperti dikatakan Paulo Coelho “ketika kita menginginkan sesuatu, segenap alam akan membantu mencapainya”.

Tidak ada komentar: